Tonggak Sejarah dan Peran Inspiratif Polwan dalam Dunia Kepolisian Indonesia
KANTOR-BERITA.COM, JAKARTA – Pada tanggal 1 September 1948, sebuah tonggak sejarah penting terjadi di kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang mengubah nasib perempuan di dunia kepolisian Indonesia. Perubahan monumental dalam sejarah perempuan dalam dunia kepolisian Indonesia, dan hingga saat ini, inspirasi dari perjalanan mereka terus mengilhami generasi muda (2/9/23).
Sebelum tahun 1948, perempuan tidak diberikan kesempatan untuk mengejar pendidikan kepolisian atau bahkan menjadi anggota polisi. Namun, peristiwa bersejarah ini membuka pintu bagi perempuan Indonesia untuk turut serta dalam dunia kepolisian, memberikan kontribusi penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
BACA JUGA: Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penangkalan 2023: Sinergi dalam Meningkatkan Keamanan Nasional
Dilansir dari laporan Tempo, terbentuknya Polwan pada tahun 1948 adalah hasil dari inisiatif organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi. Mereka dengan gigih memohon kepada pemerintah agar perempuan diberikan kesempatan untuk mengejar pendidikan kepolisian. Latar belakang dari usulan ini adalah kondisi darurat saat itu, di mana Indonesia sedang menghadapi Agresi Militer Belanda II.
Salah satu masalah yang timbul adalah kesulitan dalam melakukan pemeriksaan terhadap pengungsi perempuan. Polisi pria menghadapi hambatan dalam melakukan pemeriksaan fisik terhadap perempuan, sehingga organisasi wanita merasa bahwa perlu ada perempuan di dalam kepolisian untuk menangani situasi ini.
Kemudian pada tanggal 1 September 1948, Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang bermarkas di Bukittinggi memberikan kesempatan kepada enam siswi pertama untuk menjalani pendidikan menjadi polisi. Menurut Museum Polri, keenam siswi yang mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 siswa laki-laki adalah Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, dan Rosnalia Taher. Sejak saat itu, tanggal 1 September diperingati sebagai Hari Polwan.
Namun, pendidikan di Bukittinggi terpaksa terhenti pada tanggal 19 Desember 1948 akibat peristiwa Agresi Militer Belanda II. Baru pada tanggal 19 Juli 1950, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, keenam calon inspektur polisi wanita kembali mendapat kesempatan untuk dilatih di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi.
Mereka menjalani berbagai macam pelatihan, termasuk ilmu kemasyarakatan, pendidikan, ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, dan pelatihan bela diri. Perjuangan mereka tidak sia-sia.
Pada tanggal 1 Mei 1951, keenam calon inspektur polisi wanita tersebut berhasil menyelesaikan pendidikan mereka dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.
Sejak saat itu, Polwan terus berkembang dan aktif dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia. Mereka juga terlibat dalam menangani berbagai masalah sosial, seperti kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.
Perjalanan panjang Polwan sejak tahun 1948 hingga saat ini adalah bukti nyata kontribusi penting perempuan dalam dunia kepolisian Indonesia. Mereka telah membuktikan bahwa perempuan memiliki peran yang tak kalah penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta melindungi hak-hak warga negara. Inspirasi dari perjalanan mereka patut dijunjung tinggi, dan kita semua dapat mengambil pelajaran berharga dari kisah sukses Polwan dalam mewujudkan perubahan positif dalam dunia kepolisian Indonesia.(**)
Editor: (KB1) Share
Mangcek