Jatuhnya Besi Beton PT WIKA ke Laut 2020: Tercium Indikasi Kejanggalan
KBRN1 NASIONAL, PONTIANAK|| Peristiwa tumpahnya 4.981,02 ton besi beton polos dan ulir milik PT Wijaya Karya (Wika) Persero, Tbk. ke laut saat diangkut dari Marunda, Jakarta, menuju Pontianak pada tahun 2020 kembali menjadi sorotan publik. Peristiwa yang terjadi pada 1 Maret 2020 ini menyisakan sejumlah kejanggalan yang hingga kini masih menjadi tanda tanya besar.
Pengiriman besi beton PT Wika dilakukan menggunakan armada Tugboat KSD 15 GT. 290 dan Tongkang KSD 50 GT. 3.179 yang dioperasikan oleh PT Pelita Samudera Biru. Kapal diberangkatkan pada 25 Februari 2020, sesuai Surat Persetujuan Berlayar Nomor: J.3/KSOP.IV/579/02/2020 dan Nomor: J.3/KSOP.IV/580/02/2020, dengan Nahkoda Jonathan Tapahang memimpin pelayaran.
BACA JUGA: Misteri Tumpahnya Muatan Kapal di Perairan Pontianak: Kecelakaan atau Kelalaian?
Namun, saat mendekati perairan Pontianak pada 1 Maret 2020 pukul 23.00 hingga 2 Maret 2020 pukul 03.45, Nahkoda melaporkan bahwa tongkang mengalami kecelakaan. Dalam laporan tersebut, Jonathan menyebutkan bahwa cuaca buruk dengan gelombang tinggi sekitar 2,5-3 meter menyebabkan dinding tongkang dari depan hingga buritan jebol. Akibatnya, hampir seluruh muatan besi beton tumpah ke laut, hanya menyisakan beberapa batang di atas tongkang.
Indikasi Ketidakwajaran
Beberapa hal yang dianggap tidak wajar dari kejadian ini mengundang perhatian dan menimbulkan dugaan adanya pelanggaran atau kesalahan prosedur:
- Deskripsi Kejadian yang Terlalu Rinci
Laporan sang Nahkoda menggambarkan kejadian dengan sangat detail meski insiden terjadi di malam hari, antara pukul 23.00 hingga 03.25. Dalam situasi tersebut, langit disebut mendung dan gelap, membuat pengamatan visual seharusnya sulit dilakukan. Keakuratan laporan ini pun menjadi pertanyaan. - Jarak Towing yang Tidak Masuk Akal
Tugboat yang menarik tongkang berjarak sekitar 300 meter. Dalam kondisi malam yang gelap, sangat kecil kemungkinan Nahkoda bisa menyaksikan secara jelas dinding tongkang yang jebol dan muatan yang tumpah ke laut. Hal ini semakin menambah keraguan atas validitas laporannya. - Bertentangan dengan Analisis Cuaca BMKG
Berdasarkan hasil analisis BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak, kondisi cuaca di lokasi kejadian saat itu sebenarnya tergolong tenang hingga sedang. Angin hanya bertiup dengan kecepatan 4-15 knot, dan gelombang laut tidak mencapai level tinggi seperti yang dilaporkan. Hal ini bertolak belakang dengan klaim Nahkoda mengenai cuaca buruk. - Klaim Asuransi Tanpa Analisis Mendalam
Klaim asuransi atas kerugian muatan besi beton diajukan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. melalui PT Geo Trans Mandiri. Pada 2 Januari 2021, pembayaran penuh senilai Rp40.411.985.500,00 diselesaikan, meskipun diduga tanpa menyertakan analisis cuaca dari BMKG sebagai dasar klaim. - Kegiatan Salvage Tanpa Izin
Belakangan diketahui adanya aktivitas salvage atau pengangkatan sisa muatan besi dari dasar laut di lokasi kejadian. Kegiatan ini diduga dilakukan tanpa izin resmi dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pontianak.
Saat dikonfirmasi, pihak KSOP mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas tersebut. “Jika ada, kami seharusnya diberitahu karena pengawasan adalah tanggung jawab kami,” ungkap Ahmad Tolis dari KSOP Kelas I Pontianak.
BACA JUGA: Menhub Tinjau Pelabuhan Tanjung Pinang, Pastikan Arus Transportasi Lancar Saat Libur Imlek
Salvage yang dilakukan di lokasi tumpahan dilaporkan menggunakan fasilitas fonton milik pihak tertentu yang diduga berinisial AR, BT, dan HS. Meski informasi ini masih dalam tahap pengembangan, kurangnya transparansi terkait proses salvage ini semakin memicu kecurigaan.
Insiden ini memunculkan berbagai pertanyaan terkait proses pengangkutan, prosedur keselamatan, dan pengelolaan klaim asuransi. Jika dugaan ketidakwajaran ini terbukti, maka insiden ini berpotensi melibatkan pelanggaran hukum.
- Audit Independen:
Investigasi menyeluruh oleh pihak independen untuk mengevaluasi laporan kejadian, klaim asuransi, dan aktivitas salvage yang dilakukan tanpa izin. Pihak berwenang, seperti KSOP dan instansi terkait, perlu melakukan investigasi menyeluruh untuk memastikan bahwa insiden ini tidak melibatkan kelalaian atau unsur kesengajaan. - Audit Klaim Asuransi:
Proses pencairan klaim asuransi sebesar Rp 40,4 miliar perlu diaudit untuk memastikan transparansi dan keabsahan data yang digunakan dalam pengajuan klaim. Menjadikan analisis BMKG sebagai dokumen wajib dalam klaim asuransi yang melibatkan kecelakaan akibat cuaca. - Audit Pengawasan Salvage:
Aktivitas salvage di lokasi kejadian harus diawasi secara ketat. Jika terbukti dilakukan tanpa izin, pihak yang terlibat harus bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku.
Insiden tumpahnya besi beton milik PT Wijaya Karya ke laut tahun 2020 masih menyisakan berbagai tanda tanya. Kejanggalan dalam laporan Nahkoda, perbedaan data cuaca dari BMKG, dan dugaan aktivitas salvage tanpa izin menjadi isu-isu yang harus ditindaklanjuti secara serius oleh pihak berwenang. (**)
Editor: (KB10) Share
Pewarta: Tim