Artikel Oleh: M.J Anton Hilman
Bengkulu, 21 September 2023
KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU – Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang tak tergantikan. Namun sayangnya, di beberapa daerah di Indonesia, terutama di tingkat pemerintahan daerah, kebebasan pers tampaknya semakin terancam. Para penguasa daerah, melalui para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kritik terhadap pemerintah daerah dianggap sebagai ancaman, dan konsekuensinya sangat nyata: pembungkaman suara pers.
Sebagai seorang jurnalis, saya tidak hanya melaporkan fenomena ini, tetapi juga merasakannya secara langsung. Mulai dari tagihan Publikasi/iklan yang terhambat hingga pengusaha media yang tidak menerima pembayaran atas pekerjaan mereka. Ini adalah indikasi nyata betapa seriusnya upaya pembungkaman suara pers oleh para penguasa daerah.
Para Kepala OPD, yang seharusnya bertanggung jawab mengelola sektor-sektor tertentu di daerah, tampaknya telah menjadi alat bagi penguasa daerah untuk membungkam kritik terhadap pemerintahan mereka. Begitu sebuah media memiliki keberanian untuk mempublikasikan berita atau opini yang mengkritisi, mereka segera mengalami berbagai bentuk hambatan.
Salah satu taktik yang sering digunakan adalah menghentikan atau bahkan memblokir pembayaran Publikasi/iklan kepada media yang berani memberitakan. Di dunia media yang sangat bergantung pada pendapatan Publikasi/iklan, hal ini dapat memiliki dampak besar pada kelangsungan hidup media tersebut. Pengusaha media, terutama yang mengelola media independen, sudah cukup sulit bertahan, atas keterlambatan atau penolakan pembayaran iklan hanya menambah kesulitan mereka.
Ancaman terhadap media yang berani mengkritik pemerintah daerah juga bukanlah hal yang langka. Beberapa Kepala OPD secara terbuka mengancam media bahwa mereka tidak akan lagi mendapatkan tagihan publikasi jika terus menerus memberitakan hal-hal yang tidak disukai oleh pemerintah. Ini adalah bentuk ekspresi diktatorisme yang sangat mencemaskan, di mana suara pers yang independen dan kritis dipandang sebagai ancaman terhadap penguasaan kekuasaan.
Menurut pendapat saya, tindakan-tindakan seperti ini adalah bukti nyata dari diktatorisme yang semakin mempengaruhi pemerintah di beberapa daerah. Upaya pembungkaman suara pers adalah salah satu ciri otoriter pemerintahan yang berusaha membatasi akses informasi dan kritik yang berpotensi mengungkapkan kebijakan yang buruk atau penyelewengan kekuasaan.
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa dana publikasi yang diberikan kepada media oleh beberapa OPD bisa mencapai angka yang sangat besar, bahkan mencapai miliaran rupiah. Namun, sangat mengecewakan bahwa dana ini seringkali hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang atau perusahaan tertentu yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa daerah. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam akses dan distribusi dana publikasi, yang seharusnya digunakan untuk mendukung media independen yang berperan penting dalam menjaga akuntabilitas pemerintah dan memberikan suara kepada masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa pers adalah salah satu pilar demokrasi yang kuat. Suara pers yang bebas dan kritis adalah jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang obyektif, serta memberikan mereka kemampuan untuk mengkritik dan memahami tindakan pemerintah. Tindakan pembungkaman suara pers oleh penguasa daerah melalui Kepala OPD merupakan ancaman serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Masyarakat dan pemerintah pusat perlu ikut campur untuk mengatasi masalah ini. Perlindungan terhadap kebebasan pers harus ditegakkan secara tegas, dan tindakan yang merugikan independensi media harus dihentikan. Media memiliki peran penting dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dan upaya untuk membatasi suara mereka adalah langkah yang berbahaya menuju otoritarianisme.
Di era akses informasi yang semakin penting, perlawanan terhadap pembungkaman suara pers harus menjadi prioritas bagi semua yang peduli akan demokrasi dan kebebasan berbicara. Diktatorisme tidak boleh dibiarkan merajalela di tingkat lokal maupun nasional, dan kebebasan pers harus selalu dijaga dan dipertahankan. (**)