Daerah Protes Pemotongan TKD: APPSI Minta Keadilan Fiskal, Bengkulu Terdampak Rp347 Miliar

Pemotongan TKD
Foto: Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu, M. Rizqi Al Fadli, (Ft/Dok).

Daerah Protes Pemotongan TKD: APPSI Minta Keadilan Fiskal, Bengkulu Terdampak Rp347 Miliar

Kantor-Berita.Com|| Gelombang penolakan terhadap kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) kembali menguat. Dalam pertemuan resmi antara Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan Kementerian Keuangan yang digelar di Jakarta, Selasa (7/10/2025), para gubernur secara tegas menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut karena dinilai membebani keuangan daerah dan mengancam kelancaran pembangunan di berbagai wilayah.

Pertemuan yang berlangsung di kantor Kementerian Keuangan ini dihadiri oleh 18 gubernur secara langsung, sementara 5 provinsi berhalangan hadir dan 8 provinsi diwakilkan oleh pejabat terkait. Mereka diterima oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk membahas secara terbuka dampak kebijakan pemotongan TKD terhadap keuangan daerah di seluruh Indonesia.

||BACA JUGA: Bappenas Resmi Luncurkan Master Plan Produktivitas Nasional 2025–2029, Tonggak Menuju Indonesia Emas 2045

Usai pertemuan, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menyampaikan bahwa seluruh kepala daerah yang hadir menyatakan penolakan terhadap kebijakan pemotongan transfer ke daerah. Ia menilai kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan beban keuangan daerah yang semakin berat, terutama terkait pembiayaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan komitmen pembangunan infrastruktur strategis.

“Semua kepala daerah tidak setuju dengan pemotongan TKD ini. Pemerintah daerah sedang menghadapi beban anggaran yang besar, mulai dari pembiayaan PPPK hingga janji pembangunan jalan dan jembatan. Jika anggaran transfer dipotong 20–30 persen untuk provinsi dan bahkan 60–70 persen di beberapa kabupaten seperti di Jawa Tengah, itu sangat berat,” ujar Sherly dihapan Awak Media.

||BACA JUGA: Ekonom Nilai Prabowo Sedang Rebut Kembali Kendali Negara atas Kekayaan Alam

Menurutnya, pemotongan dana ini dapat menghambat pelaksanaan berbagai program prioritas di daerah, mulai dari pembangunan infrastruktur dasar, peningkatan layanan publik, hingga program kesejahteraan masyarakat. “Kita tidak menolak efisiensi, tetapi kebijakan seperti ini perlu keadilan fiskal dan perhitungan yang matang. Jangan sampai pembangunan daerah justru terhenti karena anggaran pusat terpangkas,” tegasnya.

Nada serupa disampaikan oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang secara langsung meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pemotongan TKD. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan nasional yang menjadi prioritas pemerintah pusat.

“Kita berharap Kementerian Keuangan mau membuka ruang dialog lebih luas. Daerah-daerah seperti Aceh, Papua, Maluku, dan Bengkulu masih bergantung pada transfer pusat untuk menjalankan layanan dasar. Jika TKD dipotong drastis, maka daerah akan kesulitan menjaga stabilitas keuangan dan pembangunan,” ujar Muzakir.

||BACA JUGA: AHY Tegaskan Pentingnya Standar Konstruksi Bangunan Untuk Keselamatan Publik

Sementara itu, Provinsi Bengkulu juga termasuk daerah yang terdampak kebijakan pemotongan transfer pusat ke daerah. Berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bengkulu, alokasi TKD tahun anggaran 2025 mengalami penurunan sekitar Rp347 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu, M. Rizqi Al Fadli, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima informasi resmi dari Kementerian Keuangan terkait penurunan tersebut. Meski demikian, Pemerintah Provinsi Bengkulu tetap berkomitmen untuk menyesuaikan perencanaan anggaran agar kegiatan prioritas tidak terganggu.

“Kami menerima dulu hasil keputusan dari Kementerian Keuangan tersebut. Memang terjadi penurunan signifikan dan ini bukan hanya di Bengkulu, tetapi hampir di seluruh daerah. Saat ini, kami masih melakukan pembahasan internal untuk menyesuaikan struktur APBD,” jelas Rizqi, Senin, (6/10/25).

||BACA JUGA: Sucipto: Arahan Menko AHY Soal Standar Bangunan Publik Adalah Langkah Visioner dan Progresif

Ia menambahkan, meskipun belanja daerah akan mengalami tekanan, belum ada arahan untuk melakukan pemotongan pada tunjangan pegawai maupun kegiatan esensial lainnya. “Kami masih mengkaji langkah penyesuaian yang paling efisien tanpa harus mengorbankan pelayanan publik,” katanya.

Dampak Pemotongan TKD ke Daerah

Pemotongan TKD yang mencapai rata-rata 20–30 persen untuk provinsi dan hingga 70 persen untuk kabupaten/kota dinilai akan membawa dampak serius terhadap jalannya roda pemerintahan daerah. Salah satu dampak utama yang dikhawatirkan adalah terhambatnya realisasi proyek infrastruktur dan layanan publik dasar.

Dengan menurunnya aliran dana pusat, banyak pemerintah daerah akan kesulitan menutupi kebutuhan anggaran, terutama bagi daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih terbatas. Beberapa proyek strategis, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas pendidikan, terancam tertunda atau bahkan dibatalkan.

Selain itu, beban penggajian aparatur, khususnya PPPK yang jumlahnya meningkat setiap tahun, juga menjadi tantangan baru. Di beberapa daerah, belanja pegawai bahkan mencapai lebih dari 50 persen dari total APBD. (**)

Editor: (KB1) Share
Pewarta: QQ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *