HGU PT BRI Berakhir Sejak 2017, Tujuh Desa Minta Pengelolaan Lahan Dialihkan ke Masyarakat
Kantor-Berita.Com, Bengkulu Tengah|| Persoalan Hak Guna Usaha (HGU) Sawit milik PT Bumi Rafflesia Indah (PT BRI) kembali mencuat dan memicu perhatian publik. Pasalnya, HGU yang disebut-sebut telah berakhir sejak tahun 2017 ternyata masih terus beroperasi hingga kini. Kondisi ini menuai kritik keras dari masyarakat tujuh desa penyangga perkebunan sawit yang berada di wilayah Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Salah satu suara vokal datang dari Kepala Desa Tengah Padang, Arshandi, yang secara tegas menyampaikan bahwa masyarakat menolak perpanjangan HGU tersebut dan meminta agar pengelolaan lahan seluas 397 hektare yang sebelumnya dikuasai PT BRI, dialihkan kepada desa-desa penyangga.
BACA JUGA: 7 Desa di Bengkulu Tengah Tolak Perpanjangan HGU PT BRI, Desak Audit Lahan dan Kembalikan Hak Rakyat
“Sudah hampir delapan tahun HGU PT BRI tidak aktif atau mati, Tapi mereka tetap mengelola lahan seolah-olah statusnya masih berlaku, Ini jelas tidak adil bagi masyarakat desa sekitar yang terdampak langsung,” tegas Arshandi, Jumat, (18/7/25).
Dalam keterangannya, Arshandi mengungkapkan bahwa pihak desa telah mengajukan permintaan kepada Badan Bank Tanah, agar tidak memperpanjang hak pengelolaan kepada PT BRI. Ia meminta agar pengelolaan lahan eks-HGU PT BRI seluas 397 hektare diserahkan kepada masyarakat melalui badan usaha milik desa (BUMDes) atau koperasi desa.
BACA JUGA: Pemkab Kepahiang Intensifkan Lobi Pusat Demi Percepatan Pembangunan Daerah
“Kami tidak ingin lahan itu kembali ke tangan korporasi, Kami berharap Bank Tanah memprioritaskan desa-desa penyangga yang selama ini hidup berdampingan dengan perkebunan tersebut. Ini soal keadilan dan kesejahteraan masyarakat desa,” ujar Arshandi.
Selain soal HGU, Arshandi juga menyoroti bahwa PT BRI tidak menjalankan kewajiban pembangunan kebun plasma untuk masyarakat sekitar, sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021, setiap perusahaan perkebunan wajib mengalokasikan 20% dari luas kebunnya sebagai kebun plasma bagi masyarakat lokal.
BACA JUGA: Pemprov Bengkulu Dorong Hilirisasi Limbah B3 untuk Tingkatkan PAD
“Hingga hari ini, kewajiban pembangunan kebun plasma dari PT BRI belum pernah kami lihat realisasinya, Ini pelanggaran serius terhadap hak masyarakat,” ujar Arshandi geram.
Arshandi juga mengingatkan bahwa keberadaan Badan Bank Tanah tidak semata-mata untuk mendukung investasi, tetapi juga untuk memastikan ketersediaan lahan bagi pembangunan sosial, ekonomi rakyat, dan pelaksanaan reforma agraria. Menurutnya, situasi ini menjadi ujian nyata bagi pemerintah untuk berpihak kepada masyarakat.
“Bank Tanah harus menjalankan perannya sesuai undang-undang, bukan hanya sekadar memperpanjang hak kepada perusahaan yang jelas-jelas tidak menjalankan kewajibannya,” urainya.
BACA JUGA: PT Roda Tehnik Bantu Sumur Bor untuk Warga Desa Pulau Panggung
Jika pengelolaan lahan benar-benar diserahkan kepada desa, Arshandi menyebut bahwa tanah tersebut dapat digunakan untuk berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Beberapa di antaranya termasuk: Kebun kelapa sawit rakyat melalui koperasi desa, Pengembangan UMKM berbasis agro, Pendidikan pertanian dan perkebunan untuk pemuda desa, Program percontohan ketahanan pangan desa, dan Lain sebagainya.
“Jangan biarkan lahan dikuasai segelintir pihak, sementara rakyat sekitar hidup pas-pasan. Kami ingin desa kami bangkit melalui usaha bersama dari aset yang selama ini dimonopoli,” tandas Arsandi.
Menanggapi polemik ini, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah melalui Pejabat Sekretaris Daerah, Hendri Donal, akhirnya angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar lahan eks-HGU PT BRI telah diserahkan kembali ke negara.
BACA JUGA: Inpres Diterbitkan, Pemerintah Pusat Percepat Pembangunan Pulau Enggano dan Pelabuhan Baai
“Luas lahan eks-HGU PT BRI sebelumnya mencapai 603 hektare, dan telah diserahkan oleh perusahaan kepada Kementerian ATR/BPN RI. Sementara itu, Badan Bank Tanah memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada PT BRI seluas 397 hektare,” Ujar Hendri, melalui pesan singkatnya, jumat, (18/7/25).
Menurut Hendri, pihak Pemkab Bengkulu Tengah telah mengajukan permintaan informasi resmi kepada Kementerian ATR/BPN terkait status hukum dan kelanjutan pemanfaatan lahan tersebut pada Juni 2025. (**)
Editor: (KB1) Share
Pewarta: QQ